“Pada tahun Saka 934 (1012 Masehi) ketika itu sebuah jalan dibenahi oleh
Samgat (hakim) dari Lucem (bernama) Pu Ghêk
sembilan (titik) ditandai dengan melakukan penanaman
(pohon) Boddhi (dan) Beringin”
Kalimat di atas merupakan isi Prasasti Lucem (Poh Sarang), sebuah prasasti yang dipahatkan pada sebongkah batu kali dalam aksara Jawa Kuno gaya kuadrat dan ditemukan di Desa Titik, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.
Penanaman pohon tersebut merupakan upaya pelestarian lingkungan alam sekaligus untuk mendukung aktivitas keagamaan di daerah tersebut. Karena pada masa Jawa Kuno, sebuah tempat suci keagamaan yang disebut mandala atau kadewaguruan berada di lereng bukit, tepi sungai, dan tengah hutan. Pohon Boddhi dipilih karena merupakan pohon sakral dalam ajaran Buddha. Hal ini berkaitan dengan kehidupan Sang Buddha saat bertapa hingga menerima pencerahan di bawah pohon Boddhi. Sedangkan pohon beringin dikaitkan dengan Kalpataru, pohon kehidupan.
Kalpataru adalah nama sejenis “pohon kahyangan” yang dikenal sejak tahun 3000 Sebelum Masehi di Mesir, Mesopotamia, Iran dan sekitarnya. Kalpataru berasal dari kata “Kalpa-vrksa dan Kalpa-druma”. Taru, druma dan vrksa berarti pohon. Arti kata kalpataru adalah pohon masa dunia yang lamanya 4.320.000 tahun. Masa hidup yang panjang menjadikan Kalpataru sebagai lambang keabadian. Selain itu juga disebut wishing three, karena pohon itu dianggap dapat memberikan berkah dan kemakmuran kepada manusia.
Pemujaan terhadap pohon merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak zaman pra Buddhis. Di India pohon beringin (Ficus religiosa) telah dipuja sejak zaman purba karena dianggap mengandung kekuatan magis, daya pengobatan, dan pemberi hidup. Pohon ini juga dipuja pada zaman Hindu, Buddha dan Jaina, karena diyakini merupakan tempat tinggal para dewa, seperti dewa maut (Yama) bersama roh-roh yang sudah meninggal. Karena terlalu dianggap suci maka tidak boleh berada di dekat rumah dan pada waktu upacara tidak boleh disebut namanya. Di dalam agama Hindu semua dewa yang penting mempunyai pohon-pohon tertentu. Ada lima pohon kayangan yang terkenal yaitu haricandana-vrksa, kalpa-vrksa, mandana-vrksa, parijata-vrksa dan santanu-vrksa.
Kebinekaan tidak saja tercermin pada bangunan suci, naskah kesusastraan, dan lainnya, akan tetapi juga dapat dijumpai dalam bentuk penanaman pohon sakral masing-masing ajaran. Penanaman pohon Boddhi dan Beringin dalam Prasasti Lucem dapat dikatakan merupakan simbol kebinekaan dari ajaran-ajaran yang ada pada masa itu.
Penulis: Sukawati Susetyo, Aang Pambudi Nugroho
Tim penelitian dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) meneliti situs-situs arkeologi pantai di Lamreh, berlangsung dari 8 sampai dengan 23 Juli 2018. Lokasi penelitian termasuk wilayah Desa Lamreh, Kecamatan…