Runtuhan bangunan Solok Sipin terletak di Kelurahan Sipin, Kecamatan Jambi Kota, Jambi. Situs Solok Sipin terletak pada sebidang tanah di tepi Batanghari yang keadaan permukaan tanahnya tidak rata. Jarak dari tepian sungai sekitar 200 meter. Keadaan permukaan tanahnya berbukit-bukit gelombang lemah. Seluruh areal situs berukuran sekitar 10 kilometer persegi, dan di areal tersebut ditemukan sekurang-kurangnya 4 buah kelompok bangunan bata. Tinggalan budaya masa lampau lain yang ditemukan di Situs Solok Sipin berupa arca Buddha dari batupasir, sebuah stupa dari batu-pasir, dan 4 makara yang juga dari batupasir. Pada tahun 1954 situs ini pernah dikunjungi oleh tim dari Dinas Purbakala di mana pada waktu itu masih pada tempatnya sebuah stupa yang oleh penduduk disebut “batu catur”.
Arca Buddha dari Solok Sipin yang sekarang disimpan di Museum Nasional digambarkan dalam sikap berdiri dan memakai jubah yang seolah-olah transparan. Bentuk wajahnya bulat dengan kedua telinga yang panjang, usnisa-nya rendah, dan leher yang berlipat-lipat. Keadaan arca sudah rusak dengan kedua belah tangannya telah hilang dan bagian hidung rusak. Tinggi arca keseluruhan 1,72 meter. Arca Buddha ini ditemukan di antara runtuhan bangunan Candi Sekarabah dan Candi Kuto. Menurut dugaan Satyawati Suleiman arca ini berlanggam Post-Gupta yaitu seni aliran Pala, seperti yang ditemukan juga di Borobudur dan Prambanan (1976: 4). Tetapi Nik Hassan menduga berasal dari sekitar abad ke-7 Masehi (1992: 47).
Di Situs Solok Sipin ditemukan juga empat makara, masing-masing berukuran tinggi 1,10 meter, 1,21 meter, 1,40 meter, dan 1,45 meter. Pada setiap makara mempunyai hiasan raksasa yang digambarkan seolah-olah berdiri sambil membuka mulut makara. Setiap raksasa membawa tali dan sebuah tongkat besar yang di bagian ujungnya terdapat hiasan bunga.
Salah satu dari empat buah makara yang ditemukan dari Solok Sipin mempunyai pertanggalan 986 ?aka atau 1064 Masehi dan tulisan yang berbunyi //mpu Dharmmawira//. Prasasti angka tahun ini ditemukan pada tahun 1902 dan pertama kali dibaca dan diterbitkan oleh Brandes (NBG 1902: 34-36). Hiasannya berupa dua raksasa yang masing-masing memegang lingkaran tali di hadapan bahu kanannya, dan satu raksasa lagi membiarkan lingkaran tali jatuh di bagian pinggang sebelah kiri. Kedua raksasa tersebut digambarkan memakai kain cawat, subang telinga, gelang tangan, dan gelang kaki. Hiasannya yang dipahatkan pada makara menunjukkan suatu gaya seni yang tinggi yang dapat disejajarkan dengan gaya seni yang terbaik di Jawa yang berkembang pada abad ke-8 Masehi (Suleiman 1976: 3). Dilihat ukuran makara yang cukup besar, menunjukkan berasal dari sebuah bangunan yang besar. Makara dengan prasasti angka tahun ini sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta, dengan nomor inventaris 459b, sedangkan prasastinya bernomor D.110.
Ekskavasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1983 berhasil menampakkan sisa bangunan bata. Namun, karena letaknya di tengah pemukiman penduduk, tim tidak berhasil menampakkan denah seluruh bangunan. Sebagian besar bagian fondasi bangunan telah rusak/hilang. (BBU)
Desa Tirto, adalah salah satu desa di Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Lokasi desa berada di kaki Gunung Merapi dengan batas-batas desa : Desa Somakreto di sebelah timur; Desa Jamuskauman di…