Pada akhir Masa Prasejarah atau Masa Perundagian (Paleometalik) yang berlangsung sekitar awal abad Masehi, muncul suatu corak peradaban atau hunian di sekitar daerah pantai (pesisir) dengan ciri penguburan mayat menggunakan tempayan yang disertai dengan bekal-bekal kubur (funeral gift). Peradaban atau corak budaya di pesisir tersebut pada umumnya memanfaatkan gerabah (tempayan, periuk, kendi, dan cawan) sebagai media utamanya, yaitu dipakai sebagai wadah atau bekal kubur. Corak hunian semacam ini ditemukan menyebar di beberapa situs di Indonesia; antara lain di daerah Jawa Barat (Buni, Anyer, dan Karawang), Jawa Tengah (Plawangan dan Rembang), Bali (Gilimanuk), serta Sumba Timur (Melolo dan Lambanapu). Dari aspek bentuk, ruang, dan waktu (form, space and time), beberapa situs tersebut memperlihatkan berbagai kemiripan dan persamaan, namun dalam hal tertentu masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri. Misalnya di Situs Plawangan, di lokasi ini selain banyak ditemukan tempayan juga terdapat Nekara yang dipakai sebagai wadah dan berbagai macam bekal kubur. Di Situs Gilimanuk (Bali), ditemukan berbagai rangka manusia yang pada umumnya dikubur secara langsung (primer) yang disertai berbagai macam bekal kubur seperti manik-manik (mutisala), benda-benda perunggu (kapak, tajak dan gelang), benda-benda perhiasan dari emas, serta berbagai cawan dan periuk yang sangat melimpah. Di wilayah Indonesia bagian timur, yaitu di Situs Melolo dan Lambanapu (Sumba Timur), ditemukan corak budaya yang sangat khas berupa kubur tempayan, di dalamnya terdapat rangka manusia dan berbagai bekal kubur berupa manik-manik, perhiasan kerang, gelang dan kapak (beliung) batu, serta kendi berhias kedok muka.
Situs-situs hunian dari masa akhir prasejarah di pesisir utara Jawa Barat antara lain: Anyer, Buni dan Karawang. Penelitian di Situs Anyer yang berlokasi di tepi pantai Selat Sunda (Pandeglang) dipelopori oleh van Heekeren (1955) dan kemudian dilanjutkan oleh Puslit Arkenas tahun 1979. Di situs ini ditemukan tempayan-tempayan besar yang dipakai sebagai wadah kubur (ada yang bertumpuk) dan berbagai bekal kubur berupa benda-benda tanah liat, benda-benda logam, dan manik-manik. Ciri tembikar yang sangat khas dari situs ini berupa kendi berleher panjang tanpa cerat, cawan berkaki, dan periuk berukuran kecil sampai sedang. Pertanggalan situs ini berasal dari sekitar abad ke-2 – 3 Masehi.
Penelitian arkeologis di Situs Buni dilakukan oleh Lembaga Purbakala pada tahun 1960, 1964, 1969, dan 1970. Pada awalnya situs ‘Kompleks Gerabah Buni’ hanya ditemukan di daerah Buni (Bekasi), namun kemudian penyebarannya semakin meluas di sepanjang pantai utara Jawa Barat di daerah Kedungringin, Wangkal, Utanringin sampai di wilayah Karawang (Batujaya, Puloglatik, Kertajaya, Dongkal, Karangjati, serta di Cikuntul dan Tanjungsari). Hasil penelitian tersebut umumnya berupa rangka-rangka manusia yang dikuburkan secara langsung (primer) dan berbagai bekal kubur antara lain: gerabah (tempayan, periuk, pedupaan, cawan, dan kendi), beliung dan gelang batu, benda-benda perhiasan dari emas, benda-benda logam dari perunggu-besi, dan manik-manik. Pertanggalan Situs Buni diperkirakan dari sekitar abad ke- 2 – 5 Masehi.
Penelitian Situs Tanjungsari di Karawang pertama kali dilakukan oleh Puslit Arkenas pada tahun 2015 dan kemudian dilanjutkan tahun 2016. Konon pada sekitar tahun 1980-an lokasi ini pernah diacak-acak oleh para penggali liar untuk mencari harta karun (emas). Dari hasil penelitian yang relatif singkat selama 2 tahap tersebut berhasil ditemukan berbagai macam temuan menarik; antara lain berupa fragmen tulang-tulang dan gigi manusia, cangkang kerang, serta fragmen gerabah yang sangat melimpah dengan berbagai macam pola hias. Salah satu pola hias gerabah yang terdapat di situs ini memperlihatkan corak Arikamedu dengan ciri khasnya ‘roulete wares’ yang berasal dari India Selatan. Dari hasil pengamatan stratigrafi menunjukkan bahwa situs ini dahulu merupakan situs tepi pantai (situs ini berada sekitar 5 km dari garis pantai sekarang). Hasil pertanggalan situs Tanjungsari menunjukkan kisaran antara 2.000 – 1.000 tahun lalu. Penelitian Situs Tanjungsari bertujuan untuk mengetahui ciri atau marker-marker budaya (terutama dari tipologi gerabah) terhadap unsur-unsur pengaruh dari luar dalam kaitannya dengan kedatangan awal Diaspora Austronesia di Karawang pada masa prasejarah.
(Jatmiko)
Penelitian Arkeologi Maritim Tahun 2017: Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terbentang dari Sabang di barat hingga Marauke di timur, dari Miangas di utara hingga Rote di selatan. Penyebutan…