Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, BANTEN – Kamis, 30 Maret 2017, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) melaksanakan kegiatan “Sosialiasi Arkeologi Bagi Siswa” yang rutin dilakukan oleh Bidang Pendayagunaan Hasil Penelitian Arkeologi Puslit Arkenas setiap tahunnya. Ada yang berbeda pada kegiatan sosialisasi arkeologi tahun ini, pada tahun-tahun sebelumnya sosialisasi dilakukan dilingkungan kantor Puslit Arkenas, sedangkan pada tahun ini kegiatan sosialisasi dilakukan dengan mengajak siswa-siswi untuk mengunjungi situs arkeologi secara langsung. Kegiatan sosialisasi kali ini dilaksanakan di Situs Banten Lama dengan mengangkat tema “Jelajah Arkeologi: Mengenal Banten Lebih Dekat”. Peserta sosialisai berasal dari berbagai Sekolah Menengah Atas (SMA) di wilayah Jabodetabek.
Registrasi dan persiapan keberangkatan peserta dilakukan di kantor Puslit Arkenas. Sejak pukul 7.00 pagi, lobby kantor dipadati oleh sekitar 70 peserta yang terdiri dari siswa dan guru sejarah/IPS sebagai guru pendamping yang berasal dari 10 sekolah. Setelah kurang lebih 2 jam 30 menit perjalanan peserta sampai di Situs Banten Lama. Sesampainya disana peserta diarahkan menuju Gedung Artefak Puslit Arkenas yang terletak di sekitar situs untuk dilakukan pengarahan sekaligus pembukaan kegiatan. Sosialisasi arkeologi kali ini dibuka oleh Drs. Heddy Surachman sebagai Kepala Bidang Pendayagunaan Hasil Penelitian yang mewakili Kepala Pusat Penelitian yang berhalangan hadir.
Masuk ke dalam acara inti, para siswa dibagi menjadi dua kelompok dan diajak untuk mengunjungi beberapa bangunan dalam kawasan Situs Banten Lama. Hadir sebagai narasumber yang mendampingi selama peserta berada di lapangan adalah Drs. Tubagus Najib dan Sarjiyanto, M.Hum. yang merupakan peneliti di Puslit Arkenas. Bangunan yang dikunjungi para peserta salah satunya adalah Masjid Agung Banten, masjid ini didirikan pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin. Bangunan induk mesjid ini berdenah segi empat. Atapnya merupakan atap bersusun lima. Arsitektur bangunannya unik karena memadukan ciri khas bangunan Jawa Hindu, Eropa, dan Cina. Hal ini karena masjid dirancang oleh tiga arsitektur berbeda yaitu arsitek bernama Raden Sepat yang juga membangun masjid Cirebon dan Demak, arsitek Cina asal Tiongkok bernama Tjek Ban Tjut yang diberi gelar pangeran Adiguna, serta arsitek Belanda yang bernama Hendrick Lucaz Cardeel.
Selanjutnya, peserta juga diajak mengenal Keraton Surasowan, sambil berkeliling bangunan peserta diberi penjelasan mengenai asal muasal kata Surasowan yang berasal dari kata sora(pa)sowan, yang berarti tempat menghadap raja. Orang Belanda menyebutnya “Fort Diamont” atau kota Intan. Layaknya keraton-keraton Islam di Jawa, Keraton Surosowan juga berfungsi sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya. Fungsi keraton menjadi pusat kedudukan sultan dalam menjalankan pemerintahan Kesultanan Banten. Luas keraton sekitar 4 hektar terbuat dari susunan bata dan batu karang, dengan ubin berbentuk persegi dan belah ketupat berwarna merah. Kawasan seluas empat hektar yang dikelilingi benteng setinggi dua meter itu menyisakan bekas bangunan, seperti pintu gerbang keraton berbentuk bulat, kolam pemandian, hingga sistem saluran air dalam keraton. Bangunan yang banyak menarik pengunjung untuk selfie mengambil foto adalah kolam persegi empat di tengah keratin yang merupakan bagian sarana taman dan kolam pemandian keluarga lingkungan keraton. Puing kolam tersebut merupakan kolam pemandian para putri bangsawan atau lebih dikenal Bale Kambang Rara Denok. Bangunan ini berbentuk persegi panjang dengan panjang 30 M x 13 M dan kedalaman 4,5 M. Sementara itu di sisi selatan atau belakang juga terdapat pula sisa bangunan berbentuk kolam menempel pada dinding benteng. Dahulu, kolam itu digunakan sebagai pemandian pria-pria kerajaan yang disebut Pancuran Mas. Air yang dialirkan ke kolam Rara Denok dan Pancuran Mas berasal dari mata air di danau Tasik Ardi.
Selain Masjid Agung Banten dan Keraton Surasowan, ada satu objek wisata edukasi yang dikunjungi oleh peserta yaitu Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama yang mengoleksi hasil temuan dari kegiatan penelitian dan pelestarian yang pernah dilakukan di kawasan Banten Lama. Hasil temuan berasal dari masa pra-sejarah, masa klasik (Hindu Budha), masa Islam, hingga masa colonial diantaranya seperti kapak batu, keramik, gerabah, arca, dan mata uang.
Objek terakhir yang dikunjungi oleh peserta sosialisasi adalah Benteng Speelwijk dan Vihara Avalokitesvara yang letaknya bersebelahan. Benteng Speelwijk dibangun oleh Hendrik Lucaz Cardeel pada 1684-1685 semasa pemerintahan Sultan Banten Abu Nasr Abdul Qohhar (1672-1684), berada di atas lahan seluas 1.5 hektar dan kemudian diperluas pada 1731. Nama Speelwijk merupakan penghormatan kepada seorang Gubernur Jenderal VOC Cornelis Janzoon Speelman yang menjabat pada 25 November 1681 menggantikan Rijkloff van Goens, dan meninggal di Batavia pada 11 Januari 1684. Bentuk bangunan menyerupai segi empat tidak simetris dengan bastion atau menara pengintai pada setiap sudut bangunan. Pembagian ruangan utama di dalam benteng adalah kamar penyimpanan senjata, rumah komandan, kantor administrasi, dan gereja yang semuanya tinggal reruntuhan dan pondasinya saja. Di bawah bastion terdapat ruangan tempat mesiu disimpan. Di dalam benteng masih ada lorong-lorong perlindungan dan ada pula ruangan-ruangan yang semuanya terbuat dari dinding batu. Lebar dinding Benteng Speelwijk sekitar 1-2 meter dan tinggi sekitar 3 meter, dengan pintu masuk yang kecil dan sempit, yang membuat penyerbu akan lebih sulit untuk memasukinya. Bagian tepi Benteng Speelwijk dulunya dikelilingi kanal dengan luas mencapai 10 meter.
Tidak jauh dari Benteng Speelwijk terdapat Kelenteng/ Vihara Avalokitesvara yang dibangun oleh Syeh Syarief Hidayatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati yang merupakan salah seorang dari Wali Songo. Ia melihat bahwa ada banyak perantau dari Tionghoa yang membutuhkan tempat ibadah. Menurut data yang dihimpun awalnya vihara ini dibangun pada 1652. Sekarang Vihara Alokitesvara merupakan salah satu vihara tertua di Indonesia, yang sering banyak diziarahi. Di altar utama terdapat Kwan Im Hut Cou atau Dewi Kwan Im yang dipercaya sebagai dewi yang penuh welas asih dan diyakini sering menolong manusia saat dihadapkan pada berbagai kesulitan.
Setelah kegiatan mengunjungi bangunan di kawasan Situs Banten lama selesai, panitia mengadakan kuis untuk para peserta. Pertanyaan kuis seputar situs yang telah dikunjungi selama kegiatan. Selain itu panitia mengadakan “kompetisi kecil” dimana 5 terbaik unggahan peserta pada aplikasi Arkeomap yang telah diberi pengarahan sebelum acara dimulai dipilih untuk menjadi pemenang. Para peserta sangat antusias dengan acara ini, terlihat peserta sangat bersemangat menjawab pertanyaan kuis dan mengunggah pengalaman mereka pada aplikasi Arkeomap. Setelah kegiatan di lokasi selesai peserta semua kembali menuju Jakarta. Semoga dengan kegiatan sosialisasi arkeologi seperti ini generasi muda khususnya dan masyarakat pada umumnya dapat menumbuhkan semangat kecintaan terhadap budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.
ABSTRAK Penelitian arkeologi di wilayah OKU oleh Pusat Arkeologi Nasional merupakan suatu rangkaian penelitian yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan. Pengumpulan data lapangan melalui metode dan teknik berlatar multidisipliner yang…