Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Seminar Nasional Pendidikan dan Kebudayaan pada 23 Mei 2017. Seminar bertempat di Plaza Insan Berprestasi, Gedung A Lt.1, Kompleks Kemendikbud, Jl. Jendral Sudirman, Jakarta, berlangsung dari pukul 09.00 sampai dengan 16.00 WIB. Seminar dibuka oleh Kepala Balitbang Kemendikbud, Totok Suparyitno. Dalam sambutan pembukaan seminar, Kepala Balitbang Kemendikbud yang dikenal ramah tersebut menyampaikan arkeologi memiliki relevansi dengan siswa peserta didik. Arkeologi memberikan pembelajaran untuk anak didik, situs-situs tempat lokasi temuan-temuan arkeologi dulu merupakan tempat tumbuhnya bermacam-macam suku bangsa yang beragam. Indonesia sudah beragam sejak dulu. Pada acara yang diselenggarakan dalam rangka hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan terbentuknya Association of South East Asia Nation (ASEAN) ke-50 tersebut para peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas) tampil sebagai nara sumber.
Sesuai dengan tema seminar “Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas, Pendidikan Sebagai Penggerak Masyarakat Ekonomi Asean”, nara sumber dari Puslitarkenas menyampaikan bahasan “Aktualisasi Nilai-Nilai Peradaban Masa Lalu Sebagai modal Identitas Bangsa dalam Menghadapi Tantangan Global”. Mengawali pemaparan oleh para nara sumber, Sonny Wibisono, peneliti senior Puslitarkenas sebagai pemandu, menyampaikan bahwa, temuan-temuan arkeologi memiliki nilai-nilai penting peradaban masa lalu. Peradaban masa lalu merupakan akar budaya bangsa sebagai modal pemahaman akan kebhinekaan untuk memperkuat karakter bangsa. Arkeologi memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan yang berujung pada pencerdasan bangsa. Hal tersebut merupakan modal besar dan bekal dalam menghadapi masalah-masalah aktual seperti globalisasi. Selanjutnya Sonny Wibisono juga mengungkapkan bahwa posisi strategis Indonesia yang terbuka dari segala sisi membuka gelombang migrasi menjadikannya sebagai kawasan persentuhan dan persebaran budaya sejak masa lalu. Kepulauan Nusantara merupakan pusat kehadiran bangsa-bangsa melalui migrasi.
Bagyo Prasetyo nara sumber yang merupakan Profesor Riset bidang arkeologi prasejarah Puslitarkenas memaparkan mengenai migrasi di Indonesia pada masa lampau. Migrasi di Indonesia berlangsung sejak 2,5 juta tahun yang lalu yakni kedatangan migrasi manusia purba Homoerectus (manusia yang berdiri tegak) dari Afrika (out of Africa). Kedatangan migrasi terus berlangsung sampai dengan 2 juta hingga 4.000 tahun yang lalu. Sekitar 4.000 tahun yang lalu berlangsung migrasi penduduk besar-besaran ke Kepulauan Nusantara, mereka disebut Penutur Austronesia. Mereka menguasai lebih dari setengah belahan bumi yaitu dari Formosa di utara sampai Indonesia di selatan, serta Madgaskar di barat hingga Oseania di bagian timur.
Selain oleh para peneliti dari Puslitarkenas juga hadir Veronique Degroot peneliti asing dari Ecole Francaise d’Extreme-Orient sebagai nara sumber. Veronique sudah beberapa tahun melakukan penelitian arkeologi kerja sama denga Puslitarkenas. Dalam kesempatan seminar tersebut Bagyo Prasetyo dan Veronique Degroot selanjutnya menjelaskan Penutur Austronesia mulai hidup menetap membentuk perkampungan, melakukan domestikasi bercocok tanam / pertanian, menciptakan pembuatan tembikar, domestikasi hewan, mempopulerkan pelayaran- perdagangan hingga terbentuknya jalur sutra dan jalur rempah-rempah. Tradisi Penutur Austronesia itulah yang berlangsung seperti pada masa sekarang. Migrasi Penutur Austronesia membawa globalisasi budaya seperti pada kesamaan bahasa di Filipina dan Indonesia (Austronesia). Migrasi dan globalisasi pada masa lalu itulah selanjutnya membentuk keragaman bangsa Indonesia hingga masa sekarang kini. bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk multi kultural
Menjelang awal Masehi globalisasi perdagangan terus berlanjut di wilayah Asia Tenggara dan Asia pada umumnya. Antara India-Asia Tenggara-Cina berlangsung interaksi budaya hingga berperan bagi masuknya agama-agama besar. Proses migrasi itulah menurut Bagyo Prasetyo memberi kontribusi bagi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Sonny Wibisono sependapat dengan Bagyo Prasetyo.
Nara Sumber lainnya ialah I Made Geria, menjelaskan tentang bagaimana mengaktualisasikan hasil-hasil penelitian arkeologi untuk penguatan karakter bangsa. Keberagaman bangsa Indonesia yang tercermin dari warisan budayanya merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Karakter keragaman bangsa Indonesia dengan akulturasi dan toleransi terbentuk kuat sejak dulu. Bagaiamana mengaktualisasikannya sebagai bahan ajar. Menurut nara sumber yang juga Kepala Puslitarkenas tersebut strateginya ialah dengan menggagas sebuah inovasi yang disebut Rumah Peradaban. Program Rumah Peradaban merupakan media interaksi dan edukasi, dimaksudkan untuk mewujudkan literasi budaya, menumbuhkan semangat kebangsaan dan kebhinekaan, meningkatkan kecerdasan bangsa, serta menjadi sumber inspirasi bagi pengembangan budaya yang berkepribadian Indonesia. Kegiatan Rumah Peradaban diantaranya: kunjungan lapangan untuk murid-murid sekolah di situs-situs arkeologi. Mereka belajar memaknai nillai-nilai kehidupan masa lampau, dipandu para peneliti. Kunjungan lapangan ke situs-situs arkeologi merupakan wujud dari destinasi pendidikan. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan toleransi pada siswa. Kegiatan lainnya menurut Kepala Puslitarkenas adalah diversifikasi media, yang dimaksudkan adalah pembuatan media peraga pendidikan (tiruan dari benda-benda arkeologi) yang dibagikan ke sekolah dan menyusun buku pengayaan untuk siswa. Cara lain untuk mengaktualisasikan hasil-hasil penelitian arkeologi adalah dengan improvisasi, yakni mengaktualisasikan budaya masa lalu untuk desain batik.
Presentasi para peneliti Puslitarkenas mendapat tanggapan dari Mahandis Yoanata Thamrin. Menurut jurnalis yang sekaligus editor National Geographic Magazine dan National Geographic Traveler Indonesia tersebut, arkeologi merupakan topik yang diminati pembaca. Dalam pandangan National Geographic Magazine, Indonesia bagaikan harta karun menyimpan banyak budaya yang belum tersibak. Tentang manusia masa lalu relevan dengan masa sekarang. Penyajiannya dalam bentuk feature pendekatan dengan bercerita. Bertutur di era visual dengan foto yang bisa bercerita dan ditampilkan dalam media. Sonny Wibisono sebagai pemandu sidang dalam kesempatan tersebut menghimbau National Geographic Magazine bisa menyampaikan topik arkeologi kepada para pendidik dibuat dengan bahasa yang mudah dipahami pendidik dan anak didik.
Seminar dihadiri oleh 210 orang peserta diantaranya peneliti di lingkungan Balitbang Kemendikbud dan guru Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Para peserta antusias dengan pembahasan mengenai nilai-nilai peradaban masa lalu dan aktualisasinya yang disampaikan oleh para nara sumber dari Puslitarkenas. Sejumlah pertanyaan, tanggapan, dan masukan disampaikan oleh beberapa orang peserta kepada nara sumber . Tanggapan dari para guru pada umumnya mereka sependapat bahwa masa lampau tidak dapat ditinggalkan, karena adanya bangsa Indonesia pada masa sekarang karena terbentuk melalui proses panjang yang berlangsung sejak masa lampau. Tanggapan lain dari para pendidik ialah bahwa nilai-nilai luhur dari peradaban masa lalu sudah disampaikan dengan baik kepada anak didik, tantangannya ialah gencarnya informasi dari media sosial yang lebih disukai oleh anak-anak ketika mereka tidak berada di ruang klas.
Sebagai penutup pemaparan dari Puslitarkenas dan diskusi, pemandu sidang Sonny wibisono menyampaikan bahwa identitas Indonesia adalah keberagaman. Pada masa sekarang pemahaman akan keberagaman bangsa merupakan modal untuk menghadapi tantangan global. (Libra Hari Inagurasi)
Penelitian Arkeologi Maritim Tahun 2017: Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terbentang dari Sabang di barat hingga Marauke di timur, dari Miangas di utara hingga Rote di selatan. Penyebutan…