Liang Bua, sebuah relung alami di kawasan karst yang dalam bahasa Manggarai berarti ‘gua yang dingin’ adalah situs yang telah memberikan dampak luar biasa dalam pemahaman kita tentang asal-usul dan evolusi manusia di dunia. Penemuan Homo floresiensis (spesimen LB1) di Liang Bua seketika menggemparkan dunia sains. Sejak tahun 2001, situs yang berada di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur ini menjadi lokasi penelitian kerjasama asing antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dengan University of New England, University of Wollongong, Smithsonian Institute, dan Lakehead University. Hari Kamis, 20 Mei 2021 situs Liang Bua dinobatkan sebagai situs sejarah paling populer peringkat pertama dalam Anugrah Pesona Indonesia Award (API Award). Penghargaan ini membuktikan riset arkeologi tidak hanya sekedar berdampak pada kemajuan ilmu pengetahuan semata. Hasil-hasil riset arkeologi yang dimanfaatkan dan dikelola dengan baik juga mampu berdampak positif bagi pembangunan. Selaras dengan komitmen Puslit Arkenas untuk menciptakan berbagai peluang kemajuan melalui riset yang dilakukan.
Potensi kepurbakalaan di Liang Bua telah menarik perhatian peminat sejarah dan purbakala sejak tahun 1960an. Adalah Pastor Theodore Verhoeven yang pertama kali mengungkap kehidupan purba di gua ini. Puslit Arkenas mulai merintis penelitian sistematis yang dipimpin oleh Prof. Dr. RP Soejono pada tahun 1973 hingga 1979 di Liang Bua. Penelitian tersebut berhasil mengungkap rangkaian fase hunian berbeda, mulai dari periode paling awal hingga menjelang akhir prasejarah. Selanjutnya, penelitian kerjasama antara Puslit Arkenas dengan sejumlah instansi luar negeri dimulai pada tahun 2001 hingga sekarang. Mencuatnya Liang Bua di mata dunia internasional tidak terlepas dari penemuan kerangka manusia kerdil (hobbit) pada tahun 2003 di lapisan berumur Pleistosen sedalam 5,9 meter. Pertanggalan radiometrik pada lapisan tanah dari spesimen LB1 berasal menembus usia 100 hingga 60 ribu tahun yang lalu.
Sang hobbit dipublikasikan untuk pertama kalinya dalam artikel berjudul “A new small-bodied hominin from the Late Pleistocene of Flores, Indonesia” di jurnal Nature Vol. 431 tahun 2004. Publikasi mengenai Liang Bua tidak berhenti di situ. Sederet publikasi lainnya turut melengkapi ketenaran sang Hobbit. Begitu signifikannya hasil penelitian di situs Liang Bua melatarbelakangi terpilihnya arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di antara daftar teratas ilmuwan paling berpengaruh di bidang sosial-humaniora sedunia versi Thomson Reuters, antara lain Jatmiko, E. Wahyu Saptomo, Rokhus Due Awe dan Thomas Sutikna. Riset arkeologi di Liang Bua telah memberikan dampak positif bagi pembangunan di sekitarnya. Serangkaian publikasi oleh media massa yang mengulas hasil riset di gua ini berlaku layaknya promosi di dunia pariwisata. Berbeda dengan kebanyakan destinasi wisata lainnya, Liang Bua tidak hanya menampilkan eksotisme lingkungannya namun juga pengetahuan terkait sejarah evolusi manusia. Liang Bua mampu memperkokoh posisi Indonesia sebagai salah satu lokasi terpenting di dalam mengungkap sejarah evolusi dan migrasi manusia sekaligus perkembangan peradabannya. (MRF)
Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang diketuai oleh Sukawati Susetyo, M.Hum kembali melakukan ekskavasi di Candi Adan-Adan pada 3-16 Juni 2021. Candi dengan latar belakang agama Buddha yang terletak di…