Kegiatan penelitian kerjasama arkeologi ini dilaksanakan tanggal 10 Juli sd 30 September 2017, merupakan penelitian kerjasama Griffith University dengan Puslit Arkenas, dibantu oleh Balai Arkeologi Makassar, Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Halu Oleo. Kegiatan ini merupakan penelitian lanjutan sejak tahun 2013, 2014, & 2015 di kawasan karst Maros-Pangkep dengan lokasi penelitian difokuskan di Situs Leang Bulu Bettue.
Penelitian ini dipimpin oleh Drs. Priyatno Hadi S, M.Hum (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) dan Dr. Adam Brumm (Griffith University) dengan anggota tim, mahasiswa S3 David McGahan (paleoanthropology), Dr. Ian Moffat (geoarchaeology dari Flinders University), dan Yinika Perston (lithic specialist dari University New England, Australia). Adhi Agus Oktaviana (survey gambar cadas di kawasan karst Maros-Pangkep dari Puslit Arkenas). Balai Arkeologi Makassar (Drs. Irfan Mahmud, M.Hum; Drs. Budianto Hakim, Ratno Sardi, Suryatman, Andi M. Syaiful, Hasliana, Hasrianti dan staf honorer). BPCB Makassar (Drs. Laode Aksa, M.Hum; M. Rustan; Mubarak Andi Pampang; Andi Jusdi; Abdullah; Imran Ilyas dan dibantu staf pns dan honorer di lingkungan Taman Prasejarah Leang-Leang). Selain itu penelitian ini dibantu tenaga arkeolog independen yaitu Basran Burhan; Fardi ; dan Amrullah. Kegiatan ini juga melibatkan dosen dan mahasiswa dari dua universitas di Sulawesi yang memiliki Jurusan Arkeologi. Perwakilan tim dari Arkeologi Unhas yaitu Drs. Iwan Sumantri, MA, M.Si dengan 10 mahasiswa dan dari Arkeologi UnHalu Oleo yaitu Nur Ihsan Djindar, SS, M.Hum dengan 10 mahasiswa. Pelibatan mahasiswa bertujuan untuk meningkatkan sdm mahasiswa dalam penelitian arkeologi. Selama penelitian mahasiswa terlibat dari proses ekskavasi, perekaman verbal dan piktorial, penanganan temuan dari pengayakan basah hingga persiapan proses katalogisasi temuan untuk analisis lebih lanjut. Selain itu penanganan konservasi temuan tulang fauna dan proses sortir temuan juga dilakukan.
Hasil penelitian
Leang Bulu Bettue adalah gua tembus yang menghubungkan dengan Leang Samalea dengan panjang lorong ± 300 m. Terletak di Kelurahan Leang-leang, Maros, Sulawesi Selatan. Situs gua ini memiliki nilai penting dalam sejarah penelitian arkeologi di Indonesia. Gua ini berdekatan dengan beberapa gua tempat ditemukannya lukisan cadas tertua di dunia. Salah satu di antaranya ialah sebuah cap tangan yang berusia 40.000 tahun di Leang Timpuseng, 1,5 km dari Leang Bettue. Ekskavasi arkeologis di Leang Bulu Bettue juga telah menyingkap bukti kehidupan manusia 40.000 tahun yang lalu.
Penelitian di situs ini yang dilaksanakan oleh tim gabungan antara arkeolog Indonesia-Australia membuka peluang langka untuk menyingkap pemahaman baru mengenai asal-usul dan perkembangan salah satu budaya artistik tertua di dunia.
Lapisan sedimen yang teratas dan termuda di situs gua ini mengandung tembikar prasejarah dan bukti-bukti lain dari kedatangan para penutur austronesia, nenek moyang penduduk Sulawesi hari ini yang pertama kali menghuni Sulawesi sekitar 2000 tahun yang lalu. Pada lapisan yang lebih di bawah ditemukan bukti kehidupan masyarakat yang sudah punah. Lapisan budaya berusia sekitar 40.000 hingga 22.000 tahun yang lalu ini, mengandung bukti arkeologis tentang pembuatan seni cadas paling awal dari pulau ini. Bukti-bukti yang dimaksud meliputi penggunaan oker—sebuah mineral alami bahan pembuat cat—dan alat batu yang di sisi tajamannya terdapat oker. Lapisan tertua yang mengandung oker berusia sekitar 40.000 tahun yang lalu. Oker masih ditemukan pada lapisan tanah yang berusia 22.000 tahun yang lalu. Gua ini nampaknya menyimpan bukti keberadaan tradisi purba dan bertahan lama yang berfokus pada seni cadas.
“Seniman Gua” Jaman Es di gua ini juga meninggalkan bukti-bukti lain kehidupan budaya mereka, seperti sisa-sisa makanan dan ribuan alat batu. Mereka adalah para pemburu-pengumpul yang bertahan hidup dengan mengambil makanan langsung dari lingkungan sekitarnya—mereka belum mengenal cara bercocok tanam. Tinggalan-tinggalan arkeologis lainnya mengindikasikan bahwa mereka mengumpulkan dan memakan kerang-kerangan air tawar serta berburu babi hutan dan kuskus beruang. Mereka juga nampaknya memakan tumbuhan yang diambil dari hutan, meskipun tidak ada bukti kuat dari aktivitas tersebut yang bertahan.
Ekskavasi tahun 2015 di situs gua ini menyingkap temuan penting lainnya: perhiasan prasejarah yang berusia sekitar 30.000 tahun. Penghuni gua ini membuat anting-anting dan manik-manik dari tulang dan gigi mamalia darat endemik sulawesi, seperti babi rusa dan kuskus beruang. Ternyata, perhiasan Leang Bulu Bettue adalah temuan perhiasan paling pertama yang ditemukan di seluruh indonesia. Penghuninya juga mengukir simbol-simbol geometris di atas batu. Makna dari seni batu portabel tersebut hingga sekarang masih belum diketahui, tetapi temuan ekskavasi arkeologis tersebut memberikan petunjuk tentang beragam praktik artistik dalam kebudayaannya, yang tidak hanya terbatas pada lukisan gua.
Selain ekskavasi juga dilakukan survey gambar cadas pada kawasan karst Maros tahun 2017. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah data situs baru yang belum dilaporkan ke BPCB Makassar. Survey di awali memeriksa data kawasan situs yang belum di survey antara lain di kawasan Bukit Balang Pakalu, Mariri antara situs Leang Burung 1 dan Leang Jarri E, dan kawasan karst Simbang. Hasil survey menambahkan sekitar 30an situs baru di kawasan tersebut. Gambar cadas yang digambarkan yaitu umumnya imaji gambar tangan negatif dan figur satwa berwarna merah, selain itu ditemukan figur manusia dan hewan berwarna hitam.
Referensi
Brumm et al, 2017. Early human symbolic behavior in the Late Pleistocene of Wallacea. PNAS. Vol 114. 16. 4105-4110. www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1619013114
Latar Belakang Natuna adalah gugusan Kepulauan Nusantara di Samudra Natuna Utara (Cina Selatan) yang memiliki posisi penting sebagai kawasan perbatasan NKRI. Pada saat ini pemerintah sedang membangun dan memperkuat wilayah…