Kegiatan ekskavasi di Situs Liang Bua, Flores, NTT
Jakarta – Pusat Arkeologi Nasional melakukan penelitian lagi di Situs Liang Bua yang terletak sekitar 15 KM sebelah utara dari kota Ruteng, ibukota Kab. Manggarai di Flores Barat. Penelitian arkeologi prasejarah di situs ini sudah dilakukan secara bertahap sejak tahun 1978-1989 oleh Prof.Dr. R.P. Soejono yang pada waktu itu beliau menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Penelitian di situs ini sempat terhenti selama sekitar 12 tahun karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung. Penelitian kemudian dilanjutkan lagi pada tahun 2001-2004 melalui kerjasama dengan pihak asing (Universitas New England, Australia); dengan University of Wollongong, Australia (2007-2009), dan dengan Smithsonian Institution, Washington DC, USA (2010-sekarang).
“Selama penelitian di Situs Liang Bua tersebut, kita telah berhasil menemukan 2 jenis (species) manusia pendukung budaya di situs ini; yaitu jenis manusia modern seperti kita (Homo sapiens) dan manusia Homo floresiensis yang masih menjadi perdebatan para ahli sampai sekarang. Kerangka manusia Homo floresiensis yang mempunyai karakter atau ciri-ciri yang sangat unik ini ditemukan pada tahun 2003 pada kedalaman 595 cm dari permukaan tanah”. ujar bapak Jatmiko, peneliti dari Arkenas yang memimpin penelitian ini. “Dari hasil identifikasi yang dilakukan oleh Prof. Peter Brown (ahli dari Australia) terhadap temuan rangka manusia ini menunjukkan ciri-ciri yang sangat spesifik. Temuan rangka manusia Homo floresiensis yang juga disebut LB-1 (Liang Bua-1) ini mempunyai ciri-ciri anatomi yang sangat unik; tinggi badannya hanya sekitar 106 cm, berjenis kelamin perempuan, umurnya sekitar 25 tahun dan mempunyai volume otak hanya 380cc. Bentuk tubuhnya yang mungil (namun proporsional) ini menjadikan dia sering disebut ‘hobbit’ dari Liang Bua”, ujarnya kembali. Kelainan phisik dari rangka manusia Homo florensis ini masih terus menjadi polemik diantara para ahli. Beberapa ahli ada yang berpendapat bahwa rangka tersebut adalah jenis spesies manusia baru yang mempunyai ciri-ciri kombinasi antara Homo erectus dan manusia modern; sementara kelompok ilmuwan lainnya mengatakan bahwa rangka tersebut adalah jenis manusia modern seperti kita yang mengalami cedera atau patologis dan mempunyai penyakit ‘microcephaly’ atau kelainan otak, sehingga menghambat pertumbuhannya dan menjadi kerdil.
Selain itu, dalam penelitian di Situs Liang Bua ini juga berhasil menemukan berbagai fragmen tulang dari jenis binatang (fauna) endemik; yaitu antara lain dari jenis hewan Stegodon (gajah purba), tikus raksasa (betu = Papagomys), komodo dan juga jenis-jenis binatang unggas atau burung (avifauna). Bahkan di situs ini juga ditemukan jenis burung bangau raksasa (giant marabao) yang tingginya hampir 2 meter dan hanya hidup di benua Afrika.
Sampai sekarang penelitian di Situs Liang Bua masih tetap dilanjutkan secara bertahap setiap tahun untuk mencari tambahan data baru guna mengungkap kehidupan masa lampau berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam (khususnya gua) yang dipakai sebagai ajang hunian manusia prasejarah. Hasil penelitian ini nantinya berupa rekomendasi yang ditujukan kepada beberapa instansi terkait untuk dimanfaatkan sebagai pengembangan penelitian dan bahan ilmu pengetahuan (edukatif) berkaitan dengan sejarah budaya, serta sebagai objek pariwisata budaya. (datin)
Tim penelitian dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) meneliti situs-situs arkeologi pantai di Lamreh, berlangsung dari 8 sampai dengan 23 Juli 2018. Lokasi penelitian termasuk wilayah Desa Lamreh, Kecamatan…