Pusat Penelitian Arkeologi Nasional mengadakan Penelitian peradaban masa Hindu Buddha, mengkaji tentang peradaban masa Kadiri Singhasari di Kediri. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 sd. 17 April 2016, dipimpin oleh Sukawati Susetyo dengan anggota Amelia Driwantoro, Auliana Muharini, Murnia Dewi, Indra Gusdelfi, Ingrid H.E. Pojoh, Mimi Savitri, Suyono, dan Novi BM.
Kadiri Singhasari ditinjau dari sudut sejarah kedinastian masa kejayaannya berurutan, kedua nama (pusat) kerajaan itu masih kita temui di Jawa Timur yaitu Kediri dan Singasari. Singasari dengan tinggalan arca dwarapala yang berukuran raksasa menyiratkan bahwa di sekitar lokasi tersebut merupakan lokasi istana raja. Sedangkan pusat pemerintahan Kediri hingga saat ini belum ditemukan.
Jika dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (Mataram Kuno dan Majapahit), maka tinggalan budaya pada masa Kadiri Singhasari, dan khususnya Kadiri hanya sedikit. Sempat terdapat pendapat bahwa pada masa itu yang produktif adalah seniman sastra, sedangkan seniman seni bangun tidak terlalu memperlihatkan hasil karyanya. Pada masa ini justru karya sastra banyak dihasilkan, seperti kakawin Smaradhahana, Kresnayana, Sumanasantaka, Hariwangsa dan Ghatotkacasraya, serta Bharatayuda yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh; Wrtasancaya dan Lubdhaka oleh Mpu Tanakung.
Kediri merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur. Pemilihan Kediri sebagai lokasi penelitian dengan harapan dapat menemukan tinggalan-tinggalan dari masa Kadiri Singhasari, sesuai dengan tema penelitian. Namun perlu diingat bahwa Kediri saat ini telah berkembang menjadi kota, sehingga Kediri yang lama sudah terbenam di dalam Kediri yang sekarang, yang berdiri di atas lapisan-lapisan budaya. Oleh karena itu peninggalan purbakala yang muncul dapat berasal dari berbagai lapisan budaya tersebut.
Sedikitnya tinggalan bangunan suci dari masa Kadiri selain disebabkan oleh waktu pemerintahan yang singkat dan terjadinya perang perebutan kekuasaan, mungkin juga disebabkan oleh kualitas bahan yang dipergunakan untuk membangun mempunyai kekuatan yang tidak tahan lama. Dugaan lainnya tinggalan-tinggalan tersebut belum ditemukan karena aktivitas gunungapi yang meletus dan materialnya menimbun bangunan-bangunan tersebut. Sebagai contoh, misalnya Candi Kepung yang tertimbun pada kedalaman 8-9 meter; Candi Ndorok pada kedalaman 4-5 meter.
Dalam penelitian ini dilaksanakan survei dan ekskavasi. Survei dilaksanakan di 9 kecamatan yaitu: 1. Kec. Gurah: Situs Adan-adan, Situs Sumber Cangkring, Ponijo, Candi Tondowongso, situs bekas Candi Gurah.2. Kec. Pagu: Situs Semen 3. Kec. Ngadiluwih: Situs Selomanen 4. Kec. Badas; Candi Tunglur 5. Kec. Wates: Situs Kalipesu, Petilasan Dewi Sekartaji 6. Kec. Plosoklaten: Situs Pranggang, Petilasan Adipati Panjer 7. Kec. Puncu: Candi Dorok 8. Kec. Kepung: kumpulan artefak di Balai Desa Brumbung, Prasasti Paradah (Siman) 9. Kec. Kayen Kidul: Prasasti Tangkilan dan juga pada Prasasti Plosorejo, Angin, dan Bameswara. Adapun ekskavasi dilakukan pada situs “Candi” Adan-adan, pada pekarangan penduduk yang ditanami pohon durian dan kopi atau pada koordinat S 07°46' 11.2" E112° 07' 02.6" Pemilihan lokasi survei dan ekskavasi tersebut didasarkan pada ‘dugaan’ pertanggalannya berada pada era Kadiri Singhasari --beberapa situs sudah diketahui berasal pada zaman Kadiri.
Dari ekskavasi yang dilakukan tim menyimpulkan bahwa situs Adan-adan merupakan sebuah candi. Situs ini sudah ditengarai merupakan candi, yang diketahui dari namanya yaitu situs Candi Adan-adan atau Candi Gempur. Kondisi situs sebelum digali tampak di permukaan adalah kepala kala unfinished dan beberapa batu candi. Dari hasil ekskavasi ini Tim berhasil mengidentifikasi 3 makara: dua makara merupakan makara dari candi utama, sedangkan satu makara dari candi perwara; kepala kala unfinished; batu-batu candi baik polos maupun berelief, dan fragmen arca batu. Berdasarkan temuan di halaman candi dan lingkungan sekitarnya diketahui bahwa candi dibuat dari dua bahan, yaitu batu dan bata. Bata-bata yang berasal dari situs Candi Adan-adan dipergunakan untuk membangun salah satu masjid dan ada juga yang dipergunakan sebagai pondasi rumah penduduk. Apakah memang Candi Adan-adan merupakan peninggalan dari masa Kediri? Saat ini sedang dilakukan pengumpulan data untuk menjawab masalah tersebut.
Penelitian ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari masyarakat Desa Adan-adan dan sekitarnya, juga Kepala Desa, Camat dan Bupati. Dalam penggalian pengunjung tidak henti-hentinya datang dari pagi bahkan hingga malam hari. Di akhir kegiatan dilakukan sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat untuk menjelaskan tentang kegiatan penelitian ini (oleh Ketua Tim) dan juga perlunya pemahaman masyarakat terdapat benda Cagar Budaya (oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Kediri). Sosialisasi dihadiri oleh beberapa pegawai dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Guru-guru sejarah SMP dan SMA, wartawan, komunitas pecinta peninggalan sejarah dan budaya Kediri dan Tulungagung, Juru pelihara situs di Kabupaten Kediri, anak-anak sekolah, masyarakat desa Adan-adan dan desa-desa serta kecamatan di sekitarnya. Untuk lebih mendekatkan kepada tinggalan budaya, maka sosialisasi dilakukan di salah satu bagian Candi Adan-adan, di luar “garis batas” penelitian. (Sukawati Susetyo)
Pada masa Kadiri, di mana lokasi pusat kerajaannya ada di daerah cincin-api, atau lebih khususnya di sekitar gunungapi aktif, yaitu Kelud terjadi bencana alam yang hebat. Banyak bangunan candi yang…