Pada pertengahan bulan November ini, program diskusi bulanan yang rutin diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional memasuki sesi akhir. Kegiatan diskusi dilaksanakan secara virtual pada Kamis, 18 November 2021. Adapun tema yang diangkat yaitu ‘’Riset Arkeologi Kerja Bersama Pendidikan Nasional’’. Seperti diketahui bersama, tahun 2021 merupakan tahun perpisahan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sebagai lembaga yang memiliki tugas dan fungsi riset, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional akan menyongsong hari baru di bawah bendera Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Capaian Pusat Penelitian Arkeologi Nasional selama ini tidak terlepas dari peran dan dukungan Kemendikbudristek. Seperti misalnya berbagai riset dengan isu prioritas nasional; kerjasama riset dengan lembaga nasional maupun internasional; publikasi di jurnal nasional dan internasional bergengsi; serta Rumah Peradaban. Meskipun pada akhirnya harus berpisah, namun bukan berarti memutuskan jalinan kerjasama yang ada. Justru sebaliknya, kerja bersama harus semakin ditingkatkan guna memajukan pendidikan dan kebudayaan nasional.
Melalui diskusi bulanan sambil ngopi di rumah, hal ini menjadi pokok bahasan yang menarik. Terdapat empat narasumber yang menjadi pemantik dalam diskusi tersebut. Di antaranya yaitu I Made Geria (Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), Anindito Aditomo (Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan), Budi Wiyana (Kepala Balai Arkeologi Sumatera Selatan), dan Ati Rati Hidayah (Peneliti Balai Arkeologi Bali).
Made Geria menyebutkan bahwa sewindu keberadaan Puslit Arkenas di Kemendikbudristek telah banyak hal yang dipelajari dan dilakukan. Termasuk tata kelola administrasi dan khususnya Rumah Peradaban yang kini telah menjadi program prioritas nasional. Tidak hanya itu, Puslit Arkenas juga telah mempublikasikan buku-buku pengayaan hasil riset yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran para siswa. ‘’Substansi yang dilakukan oleh Puslit Arkenas dan Balar adalah masukan yang sangat kaya dan berharga karena tidak bisa dilakukan oleh pihak-pihak lain’’ terang Anindito Aditomo.
Menurutnya menggali akar peradaban adalah bahan baku untuk meredefinisi identitas bangsa secara terus menerus. Sehingga cara kita memandang individu atau sebagai bangsa tidak terlepas dari pemahamaman darimana kita berasal. Untuk memahami hal tersebut keberadaan Puslit Arkenas dan Balar dirasa sangat penting. Meskipun Puslit Arkenas dan Balar nantinya tidak lagi berada di bawah Kemendikbudristek, namun besar harapan bisa melanjutkan kerjasama secara lebih erat. Pernyataan Made Geria dan Anindito Aditomo juga didukung oleh dua narasumber lain. Budi Wiyana dan Ati Rati Hidayah turut memaparkan hasil riset arkeologi yang memiliki kontribusi penting dalam dunia pendidikan. Mulai dari buku pengayaan, alat peraga pendidikan, rumah peradaban dan lain sebagainya. Secara lebih lengkap, tayangan diskusi bulanan ini dapat disaksikan melalui youtube Puslit Arkenas. (WN)
Daerah hulu Batanghari dan Rambahan, tidak lepas dari latar belakang sejarah daerah tersebut yang dikaitkan dengan dua kerajaan besar di awal Masehi yaitu Melayu dan Sriwijaya. Kedua kerajaan saling mendominasi…