Ketua Tim | : Eka Asih Putrina Taim, S.S, M.Si., |
Year | : 2018 |
Attachment | : Lampiran tidak tersedia. |
Daerah hulu Batanghari dan Rambahan, tidak lepas dari latar belakang sejarah daerah tersebut yang dikaitkan dengan dua kerajaan besar di awal Masehi yaitu Melayu dan Sriwijaya. Kedua kerajaan saling mendominasi daerah aliran Sungai Batanghari, namun kerajaan Melayu lebih lama bertahan dan mendominasi. Kerajaan Melayu telah disebutkan pada pertengahan abad ke 7 Masehi, dan masih berperan penting hingga abad ke 14 M .
Nama Melayu muncul pertama kali pada kitab sejarah Dinasti Tang abad ke 7 M, ketika datang utusan dari Negeri Mo-lo yeu pada tahun 644-646 Masehi. Nama Mo lo yeu di toponimkan sama dengan Melayu di Sumatera. Selain itu dari berita Arab jaman ke Khalifahan Muawiyah (661-681M) disebut sebuah tempat bernama Zabag sebagai bandar lada terbesar di Sumatera. Kata Zabag ini di toponimkan sama dengan (Muara) Sabak di Muara Batanghari.( Ambary, Hasan Muarif , 1990).
Pulau Sawah yang berada di wilayah hulu Batanghari memiliki bukti –bukti kehadiran nya di abad ke 9 Masehi berdasarkan prasasti emas berisi mantra buddha beraksara dari abad ke 8-9 M , yang ditemukan pada tahun 2016 di Munggu 7, dan pecahan keramik asing yang berasal dari abad ke 9 -10 M. Peranan situs Pulau Sawah sebagai situs agama Buddha di masa itu juga diperkuat dengan temuan arca kepala buddha avalokitesvara dari bahan perunggu dan bahan batu pasir. Kedudukan Pulau Sawah di daerah aliran Sungai Batanghari diduga kuat memiliki keterkaitan dengan kompleks agama Buddha dari masa yang sama di daerah aliran sungai Batanghari yang lebih ke hilir yaitu Muara Jambi. Dengan adanya temuan situs di daerah Dharmasraya ini dapat mengubah pendapat bahwa situs-situs di daerah hulu Batanghari memiliki kronologi yang lebih muda dari wilayah hilir.