Ketua Tim | : Drs. Jatmiko, M.Hum., |
Year | : 2017 |
Attachment | : Lampiran tidak tersedia. |
LATAR PENELITIAN
Penelitian di wilayah Cekungan Soa pertama kali dipelopori oleh , seorang missionaris berkebangsaan Belanda pada sekitar tahun 1960-an. Dalam laporannya ia menginformasikan bahwa di Situs Matamenge, Boa Lesa dan Lembahmenge telah ditemukan beberapa artefak batu dan fosil-fosil tulang hewan purba (Stegodon) yang diduga mempunyai umur sekitar 750.000. Ia menduga bahwa temuan alat-alat batu tersebut mempunyai keterkaitan dengan kehadiran Homo erectus di wilayah ini (Verhoeven, 1968).
Penelitian di Cekungan Soa kemudian mulai ditindaklanjuti oleh Puslitbang Geologi Bandung bekerjasama dengan institusi dari Belanda pada sekitar tahun 1990-an dengan fokus di Situs Tangitalo dan Matamenge. Dalam penelitian tersebut berhasil ditemukan berbagai jenis fosil fauna seperti Pigmy Stegodon, Geochelone sp dan Varanus komodoensis (Bergh & Azis, 1994). Di Situs Matamenge juga ditemukan alat-alat batu (utamanya serpih) yang berumur sekitar 800.000 ± 80.000 BP (Morwood et al, 1997).
Pada tahun 2004 tim dari Puslit Arkenas mulai melakukan penelitian di Cekungan Soa bekerjasama dengan Pemda Ngada (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) dan Puslitbang Geologi Bandung serta University of New England (Australia) dengan fokus di Situs Kobatuwa. Dari hasil penelitian tersebut telah ditemukan berbagai macam artefak batu dengan ciri utamanya alat-alat masif (massif tool) dan berbagai fosil-fosil tulang fauna (Stegodon, Geochelone sp dan Varanus komodoensis) yang diprediksi berumur lebih dari 1 juta tahun.
Sampai sekarang Puslit Arkenas masih melakukan penelitian secara intensif di Cekungan Soa (terutama di sekitar Situs Kobatuwa) untuk melacak manusia pendukungnya (Homo erectus) dan jejak tarikh (umur) secara absolut.
LINGKUNGAN KOBATUWA PURBA
Cekungan Soa adalah sebuah dataran rendah atau lembah yang diduga terbentuk dari sebuah kaldera pada Kala Pliosen. Kondisi cekungan kemudian berubah menjadi sebuah danau besar dengan lingkungan yang subur, sehingga telah mengundang berbagai makhluk hidup (manusia dan hewan) datang dan menghuni di sekitar lingkungan danau tersebut. Pada saat sekarang kondisi wilayah ini dikelilingi oleh bukit-bukit kecil dan gunung api yang masih aktif, antara lain yaitu gunung Wolo Mere (±1494 mdpal), Inerie (±2130 mdpal), Ambulobo (±2100 mdpal), Keli Ondorea (±559 mdpal), dan Kelilambo (±1861 mdpal). Selain gunungapi aktif, terdapat pula sejumlah gunung api yang telah tidak aktif atau kaldera yang terdapat di sebelah baratlaut Cekungan Soa, yaitu Kaldera Welas dan gunung Keli Esu .
Cekungan Soa yang mempunyai luas ± 35 x 25 km merupakan kompleks situs purba yang kaya akan temuan artefak batu dan fosil-fosil fauna. Di wilayah ini telah ditemukan lebih dari 15 lokasi/situs yang mengandung temuan alat-alat batu paleolitik yang berasosiasi dengan fosil-fosil tulang vertebrata.
Berbagai bukti temuan artefak batu (alat-alat masif dan serpih) serta fosil-fosil tulang fauna (Stegodon pigmy, Crocodillus dan Geochelonidae) ditemukan secara bersamaan (berasosiasi) dalam suatu kotak penggalian. Penemuan itu merupakan hasil penelitian arkeologi yang dilaksanakan pada tahun 2017 dan dipimpin oleh Jatmiko M.Hum peneliti senior Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Menurutnya, data artefak yang berhasil ditemukan itu, memiliki korelasi dengan data fauna, sehingga temuan ini memiliki arti penting, terutama kaitannya dengan peradaban manusia purba di daratan Flores. Temuan alat batu di Situs Kobatuwa I selain merupakan data baru, juga menarik didiskusikan dengan para geolog disebabkan oleh adanya kemiripan dengan temuan dari situs Wolosege yang sudah diketahui berumur tua. Berdasarkan pengamatan stratigrafi, umur artefak yang ditemukan di situs Kobatuwa I umumnya berasal di bawah layer ‘Wolosege ignimbrite’ yang diprediksi bertarikh lebih dari 1 juta tahun lalu.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang terhenti sejak tahun 2014, maka secara umum penelitian pada tahun 2017 ini, “kita berupaya untuk melakukan rekonstruksi tentang kehidupan manusia pada periode tertua (Kala Plestosen) khususnya di wilayah Cekungan Soa, Flores Timur”. Demikian yang disampaikan ketua tim penelitian tersebut.
HASIL PENELITIAN
Hasil-hasil penelitian arkeologis yang dilakukan di Cekungan Soa (khususnya di Situs Kobatuwa) selama ini telah memberikan suatu gambaran dan petunjuk adanya hunian manusia dan hewan-hewan purba di sekitar wilayah ini pada masa prasejarah atau Kala Plestosen.
Sebaran temuan budaya (artefak) batu yang sangat melimpah pada beberapa situs di Cekungan Soa (baik dari ekskavasi maupun survei permukaan) telah memberikan petunjuk adanya jejak kehidupan manusia tertua (Homo erectus) di wilayah ini.
Cekungan Soa (terutama Situs Kobatuwa) merupakan kawasan yang sangat luas dimana mempunyai nilai penting bagi pengembangan penelitian dan ilmu pengetahuan, sehingga kawasan ini sangat layak untuk dilestarikan dan direkomendasikan sebagai Kawasan Situs Cagar Budaya Nasional. Potensi tinggalan arkeologis (terutama budaya dan lingkungannya) yang memiliki karakter mirip dengan Situs Sangiran di Jawa Tengah merupakan cerminan kebhinekaan dari akar budaya yang berkembang di Indonesia. -DIN